Senin, 19 September 2016

" AKU WANITA BUKAN LAKI-LAKI"

Tidak ada manusia yang sempurna, begitupun saya. Terlampau banyak kelemahan dan kekhilafan diri, hingga sadar sesadarnya bahwa saya harus banyak berbenah.

Muhasabah diri, betapa banyaknya kesalahan dan dosa. Hingga berfikir kapan lagi, untuk berubah, jika bukan hari ini ?

Jiwa seorang wanita tidak akan sama dengan laki-laki. Allah hanya memberikan kesamaan dalam hal Ketaqwaan kepada Allah Azza wa Jalla. Tapi itupun, Allah telah memberikan porsi yang berbeda.

Lelaki di zona A, wanita di zona B, begitu seterusnya. Jika perbedaan zona itu di tabraknya, maka pasti ada ketidak beresan dalam hidup.

Ketika Allah sudah mensinyalir dalam KitabNya yang berarti :
" Kaum laki-laki ( suami) itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (isteri)n, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian yang lain ( wanita) dan karena mereka ( laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah memelihara ( mereka)." ( QS Annisa ; 34 )

Seringkali saya melakukan perdebatan kecil, bahkan bisa di kata orang yang mengajak berdebat dengan saya adalah orang yang mempunyai latar belakang agama yang baik. Tapi tidak menjamin kebaikan dalam berkonsep Islam dalam kehidupan.
Lebih banyak, masyarakat kita mengutamakan kekuatan logika mereka, daripada ketaatan kepada Al Qur'an dan Assunnah.

Terkadang kita semua lupa, bahwa kita ini milik Allah Subhanahu wa ta'alla. Maka ketika Allah sudah memberikan aturan main, hukum dan perlindungan pada kita. Tetapi justru kita tidak berpihak kepada Allah dan RasulNya. Kita seringkali berpaling darinya.. ketika terjadi musibah, baru kita sadar akan kesalahan kita masing-masing..

Ketika, Allah sudah memberikan warning bahwa Laki-laki adalah pemimpin wanita, lalu peran itu di balik menjadi wanita pemimpin laki-laki, tentu akan berbahaya.  Konteks pemimpin di sini di khususkan pada berumah tangga ( suami isteri ). Dan secara luas kepemimpinan di luar rumah tangga.

Masalah kemampuan IQ, EQ dan SQ mungkin bisa setara, ataupun wanita bisa melebihi laki-laki. Tapi ada konteks lain, bahwa laki-laki tetap lebih unggul dari wanita, dari segi fisik misalnya..

Tapi rupanya, kultur dan budaya masyarakat sudah sangat berubah, sehingga fungsi dan peran wanita bisa berubah melebihi laki-laki. Dan tentu, ini menjadi bertentangan dengan QS Annisa' ayat 34 tersebut.

Saya, sudah merasakan betul di konsep yang salah, karena tuntutan hidup. Harus membanting tulang untuk keluarga. Sepertinya bagus, hebat, kuat, padahal itu musibah buat saya pribadi..
Mengapa ?
Karena telah melawan ketentuan Allah tanpa di sadari.
Apa yang saya lakukan seharusnya sebuah bentuk sunnah, tapi menjadi bentuk kewajiban. Dan ini salah besar !!

Tidak ada kata terlambat, meski di usia 40 up, tapi meyakini sebuah keasadaran baru, itu jauh lebih baik, daripada tidak pernah sadar sama sekali.

Serius, saat dulu saya sibuk bekerja cari uang, hampir setiap potrait saya nampak tidak ada senyuman. Hidup di butakan akan kebutuhan ini dan itu, yang tidak ada selesainya..
Kalaupun ada senyuman itu bukan inner beauty, tapi senyuman berusaha "sabar" tidak emosi menghadapi setiap klien.. ufftt....
Berbeda ketika kita tersenyum tulus dalam hati, tanpa ada beban dan memang hati kita bahagia..

Zaman memang sudah berubah begitu dahsyat, wanita sudah mendominasi ke berbagai bidang kehidupan. Rasanya, laki-laki menjadi tenggelam karena peran wanita !

Apakah kita tidak sadar, jika hal ini terus kita upayakan sebagai budaya yang di anggap benar dan baik. Maka lama kelamaan, fungsi laki-laki sudah berubah. Mereka sudah tidak menempati porsinya sebagai pemimpin lagi.. tapi wanita lah yang memimpin, na'udzubillah..

Dan saya ingin di pimpin seorang laki-laki, bukan saya yang memimpin.

Kembali kepada beberapa orang yang mengajak berdebat mereka menganggap saya mempersulit pernikahan karena terlalu banyak pertimbangan.

Kalau asal menikah itu sangat gampang, tetapi mencari suami yang bisa memimpin dan mendidik saya, itu tidak mudah !!

Dan saya membutuhkan seorang suami yang mampu mendidik saya, memberi nafkah lahir dan batin, serta ikhlash mencintai kami sekeluarga.

Bukan malah saya yang memimpin dan memberi nafkah suami kelak, itu namanya musibah kembali dalam kehidupan saya..

Karena saya adalah wanita bukan laki-laki. Sisi feminin dalam diri harus senantiasa di up grade, bukan justru di bunuh.
Feminin, bukan dari segi fisik harus cantik menarik, sexy, mempesona saja, tapi dari segi peran dipolitisir bahkan di eksploitasi oleh suami. Ini namanya biadab, tidak berperikemanusiaan,,

Maaf, mari kita lihat fenomena, wanita-wanita yang bekerja di luar rumah dengan berpenampilan cantik, ber make up mempesona, berpakaian menggoda. Bekerja seharian, sementara suaminya bekerja tidak jelas, bahkan ketika pulang sang isteri harus mengurus kebutuhan rumah tangga ini dan itu. Lalu harus mengurus anak-anaknya..  
Hallo.. ini kehidupan macam apa ? 
Sungguh malang nasib para wanita pemburu rupiah seperti ini..

Begini, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup memanglah perlu. Kita hidup di dunia butuh biaya, tapi tidak serta merta melupakan tanggung jawab dari porsi masing-masing pihak. Bahkan sampai mengorbankan fungsi hakiki, menjadi isteri dan ibu..

Peran sosial di masyarakat juga menjadi hal yang penting, karena kita memang hidup saling berbagi dan membantu Kemampuan wanita dalam mencari maisyah memang berstatus sedekah bukan sebagai pencari nafkah keluarga. Ini hukum Islam !

Jadi sah sah saja, wanita bekerja mencari uang, tapi porsinya bukan utama dan kewajiban. Tapi hanya sebagai "sedekah" di keluarga. Hal ini harus di fahamkan pada masyarakat kita, yang kian hari kian jauh dari nilai-nilai Islam..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar